- Back to Home »
- IPTEK dan SAINS »
- Ilmuwan Jepang Berhasil Ciptakan Otak Transparan
Posted by : T. Deddy H (Sinyoe)
Selasa, 15 November 2011
![]() |
Otak Transparan |
Ilmuwan
Jepang berhasil menciptakan otak
transparan. Dengan menggunakan larutan bernama Sca le, ilmuwan itu
megubah otak putih tikus yang semula berwarna keruh menjadi sebening
kristal. Otak transparan yang diciptakan bisa membantu ilmuwan melihat
penanda fluorescent yang disisipkan pada tikus putih. Medical imaging
memasuki era baru dengan penciptaan otak transparan ini.
"Penelitian kami saat ini memang fokus pada otak tikus, namun
aplikasinya tak terbatas pada tikus maupun otak," kata Atsushi Miyawaki,
peneliti RIKEN Brain Institute Jepang yang menciptakan otak transparan
ini. "Kami bisa mengembangkan pemakaian Sca le untuk organ lain seperti
jantung, otot dan ginjal serta pada jaringan dari primata dan sampel
biopsi manusia," lanjut Miyawaki seperti dikutip National Geographic,
Jumat (2/9/2011).
Sca le merupakan larutan yang terbuat dari bahan yang relatif
sederhana. Komposisinya adalah urea (senyawa utama pada urin), gliserol
(senyawa yang juga terdapat pada sabun) dan deterjen yang disebut Triton
X. Untuk membuat otak transparan, organ otak direndam selama 2 minggu
dalam larutan ini.
Tak seperti larutan lain yang juga digunakan untuk membantu melihat
otak, Sca le tak menghilangkan penanda fluorescent. Selama ini, penanda
fluorescent dipakai untuk membantu fluorescent imaging. Teknik
fluorescent imaging sendiri digunakan untuk memetakan arsitektur otak,
mulai jaringan saraf, pembuluh darah dan struktur lain.
Otak transparan yang diciptakan bisa membantu pemetaan arsitektur
otak. Lebih luasnya, organ transparan bisa membantu pencitraan awal
sebelum melakukan pencitraan yang lebih mahal seperti CT Scan dan MRI.
Aplikasi untuk penanganan penyakit, dokter bisa menganalisa apakah
perawatan yang diberikan benar-benar berdampak pada organ target. Ini
hal yang belum bisa dilakukan sebelumnya dalam dunia medis.
Meski banyak manfaatnya, larutan Sca le tidak akan digunakan segera
secara luas. Miyawaki mengatakan, Sca le saat ini masih terlalu toksik
untuk digunakan. "Saat ini kami sedang mencari kandidat reagen lain yang
memungkinkan kita mempelajari jaringan hidup dengan cara yang sama
dengan transparansi yang lebih rendah," jelas Miyawaki. Penemuan
Miyawaki dipublikasikan di Jurnal Nature Neuroscience, Selasa
(30/9/2011) lalu. [kompas/ris]
Posting Komentar